Saturday, October 28, 2017

Yang muda, yang mampu dan harus dimampukan



Sudah hampir 7 tahun, saya dan teman-teman mengelola Eye to Eye. Perusahaan kecil yang kami dirikan dengan awal yang mungkin bisa jadi terdengar sedikit konyol: bosen kerja buat orang lain dan keharusan beradaptasi dengan maunya orang lain.

Waktu itu saya sedang hamil 7 bulan, umur sudah 40. Rasanya saya sudah tidak sanggup lagi kalau harus mengurus bayi lagi di usia sekian plus harus ikut maunya orang. Dengan pemikiran itu, akhirnya, setelah lebih dari 10 tahun kerja di beberapa perusahaan, saya temukan keberanian buat mulai usaha sendiri saja.

Langkah yang paling penting berikutnya tentunya adalah cari partner usaha. Yang berkecimpung di dunia yang sama, yang tahu apa artinya melakukan riset pemasaran yang baik, yang tahu bahwa mengurus klien itu tidak gampang.

Dan waktu itu, pilihan saya cuma jatuh pada satu orang: Sita. Anak muda yang usianya terentang 10 tahun lebih dari saya.

--

Bertahun sebelumnya, kami pernah kerja bareng di perusahaan multinasional yang sama. Saya yang mewawancarai dia untuk masuk ke dalam tim kami waktu itu. Saat itu, saya juga tahu kalau ini bassist-nya Basejam yang sedang ingin banting setir sebentar dari dunia musik.

Anak muda yang sederhana. Rambutnya panjang, dikuncir buntut kuda. Datang mengenakan celana panjang, blus putih, dan sepatu pantofel biasa. Tidak ada kesan ini adalah anggota band yang di tahun 90an pernah sangat hits dengan beberapa lagu yang sampai bertahun setelahnya masih diputar di radio. Tidak ada kesan ini anak komisaris salah satu perusahaan besar di negeri ini. Lulusan S2 dari Inggris.

Ngobrol tanpa neko-neko. Jawabannya tegas. Selesai wawancara, saya tahu: ini harus gue rekrut karena dia punya dedikasi dan ketangguhan yang jarang saya bisa lihat seketika dari anak muda seusianya.

Kurang lebih 3 tahun kami kerja bareng di perusahaan yang sama. Lalu terpisah saat akhirnya masing-masing memutuskan untuk mengundurkan diri dari perusahaan itu.

Beberapa tahun setelahnya, saat saya terpikir harus cari partner, pikiran saya kembali pada Sita.

Calon partner bisnis yang lain sempat bertanya waktu saya cerita siapa yang akan saya gandeng buat mengelola bisnis ini on day to day basis, “Are you sure?. Dia kan di bawah kamu banget dari segi pengalaman di research. Apa nanti kamu nggak capek sendirian ya jadinya?”.

Saya sadar penuh itu adalah resiko yang harus saya ambil. “I know I’ll work my ass off like crazy mungkin di 5 tahun pertama. Tapi, di mataku, cuma dia saat ini pilihan terbaik dengan semua attitude dan ketangguhan yang dia punya. In this business, without those, we won’t survive”. 

Dan sekarang, hampir 7 tahun kemudian, saya tahu saya telah mengambil keputusan yang benar.

--

Sering sekali ya kita meragukan mereka yang lebih muda. Apalagi buat mendirikan sebuah usaha. Lalu apa yang dulu bikin saya berani menggandeng seorang yang jauh lebih junior dibanding saya?.

Saya cuma punya satu keyakinan: attitude defines people, age only defines how long you’ve lived. Intinya sih, mau tua atau muda, yang penting sebetulnya adalah sikap yang benar tentang kerja. Apalagi kalau untuk awal usaha.

Percuma menggandeng yang sudah sama seniornya tapi lalu maunya juga usaha ini cepat naik atas dasar kita sudah sama-sama berpengalaman. Buat saya itu adalah ilusi. Apapun usahanya, tidak ada yang namanya hasil yang cepat. Instan, tidak pernah ada di kepala saya, kecuali when it comes to foods and drinks. Dan punya partner yang lebih muda, menyenangkannya ya karena itu: kami sama-sama sadar it’s not going to be easy. 

Dan namanya usaha, selalu ada naik turun. Iya betul bahwa kadang yang berusia lebih matang mungkin lebih tangguh menghadapi kejatuhan. Tapi juga jangan-jangan, karena terbiasa mapan, malah jadinya lebih mudah panik. Sementara yang lebih muda, sometimes they have less to lose. Kalau jatuh, lebih cepat pula mereka bisa recover.

Hal lain yang penting juga buat saya waktu itu, adalah menggandeng partner yang mau diajak ‘berlari’ buat jangka waktu yang panjang.

Baru memulai usaha di umur 40, saya sadar sekali bahwa akan ada satu titik dimana saya pasti akan merasa kelelahan. Bukan cuma karena menjalankan bisnisnya, tapi juga fakta bahwa bidang pekerjaan saya ini mentally demanding. And I’ve been in this industry for more than 20 years. Though I love doing it, tapi adakalanya saya berpikir untuk melakukan hal lain yang less demanding. Makin tambah umur, bukan tidak mungkin keinginan itu akan makin kuat.

Itu juga alasan saya mencari partner yang lebih muda. Supaya suksesi kepemimpinan, kelak diteruskan oleh yang lebih punya ‘stamina’ buat melanjutkan.

Memang, tugas untuk memastikan mereka yang lebih muda ini punya keahlian yang mumpuni, yang at least setara atau bahkan lebih baik dari saya agar saat melanjutkan mereka juga bisa mempertahankan kualitas kerja yang sama, juga ada di pundak saya. Dan karena itu jugalah, buat saya bukan seberapa senior atau pengalaman yang dimiliki orang tersebut, tapi attitude. Terutama, kemauan buat belajar, sesusah apapun yang harus dipelajari.

Dan so far, saya cukup beruntung menemukan mereka yang mau belajar.

Lalu ada pula  kemampuan berinovasi. Saya sering sekali merasa saya makin bodoh menghadapi semua kemajuan teknologi dan ilmu. Saya sudah ada di tahap dimana saya mulai meragukan kemampuan diri untuk terus menelorkan ide baru. Dan disitulah nikmatnya kerja dengan mereka yang lebih muda.

Otak yang lebih fresh, ditambah sikap yang baik tentang belajar dan berusaha, sering sekali membuat para anak muda di tim saya ini menelorkan ide-ide yang kreatif. Not necessarily ide yang super breakthrough, tapi seringkali ide merekalah yang bikin kerja jadi lebih menarik, dan proses kerja juga jadi menyenangkan.

--

Tapi kerja dengan mereka yang lebih muda juga menuntut kita yang lebih ‘berumur’ untuk berubah.

Ada tuntutan yang lebih tinggi untuk punya sudut pandang yang cukup luas dan terbuka. Harus punya sisi hati yang legowo untuk membiarkan mereka bereksperimen dan belajar dari kesalahan mereka, bahkan saat kadang kesalahan itu lumayan bikin pusing buat diselesaikan. But at least, they’ll learn. We’ll all, learn.

Saya juga jadi amat sangat sering mengingatkan diri sendiri buat cukup memberi arahan, kasih contoh apa yang harus dikerjakan, make sure mereka paham standard kualitas seperti apa yang harus diberikan, lalu, mundur dan mengobservasi saja dari jauh.

Saya bukan orang yang suka melakukan micromanagement, tapi harus saya akui saya kadang lumayan control freak. Sementara, bagaimana saya bisa pastikan mereka akan bisa mengambil alih kelak kalau saya juga tidak membiarkan mereka buat mencoba.

Jadilah saya sering sekali harus marahi diri sendiri supaya stop being a control freak. Membiarkan adanya ketidaksempurnaan selama nanti semua itu diidentifikasi lalu dicari solusinya supaya kelak bisa lebih baik.   

Dan karena bisnis ini bergulat di bidang melayani klien, pasti ada saja gesekan dengan klien yang tidak mau dilayani dengan yang lebih junior. Di saat itulah saya juga harus cukup sabar merayu klien dan meyakinkan bahwa saat saya percaya dengan junior saya untuk mengerjakan sebuah tugas, artinya saya sudah yakin dengan kemampuan orang itu dan saya meminta klien untuk memberikan kesempatan. Toh saya juga tetap ada untuk mengawasi dari jauh and will jump in if anything major happens.

Not that easy sometimes. Resikonya juga besar, saya harus siap menerima keluhan klien (atau keluhan sang junior…hehe). Tapi demi anak-anak muda yang bisa punya keahlian yang mumpuni, it’s worth the effort.

--

Jadi yaaa belum tentu anak muda yang pengalamannya belum setara dengan kita tidak bisa diajak usaha bareng. Asalkan yang bersangkutan punya attitude yang OK, dan mindset yang benar tentang kerja, usaha, dan terus belajar, saya yakin kok yang muda juga bisa.

Pertanyaan terbesarnya: seberapa siapkah yang lebih tua buat mengubah diri demi membuat yang muda juga punya keahlian yang sama buat meneruskan perjalanan?. Nah ini, mari merenung. Karena generasi berikut, butuh kita-kita yang lebih berumur untuk bisa adaptasi dengan perubahan jaman.

Are you ready to change?.

  

No comments:

Post a Comment

Bayangkan

Saat saya menulis ini, Indonesia sedang mengalami badai kedua (atau bahkan ketiga?), yang mengakibatkan naiknya kasus dan tingkat kematian, ...

Popular Posts