Tuesday, June 6, 2017

Masih berharap?...ah…



Setahun lalu, saya terlibat dalam sebuah studi yang buat saya sih menarik banget karena menggali salah satu permasalahan akar rumput. Studi itu membawa saya ke beberapa pelosok di timur Indonesia.

Hasil studi itu lalu dibawa ke sebuah kementrian negara.

Beberapa hari ke depan, sebuah workshop akan dilakukan untuk menindaklanjuti hasil studi itu (ho’oh….setelah setahun….sudah, jangan banyak tanya kenapa butuh waktu selama itu).

Sebagai bagian dari tim yang harus ikut memastikan hasilnya baik (dan baru minggu lalu saya diberi tahu kalau saya harus ikut terlibat dan bukan hanya sebagai presenter hasil studi), saya harus ikut rapat persiapan.   

Rapat dilakukan kemarin, dan tadi pagi.

Setelah selesai rapat tadi, sebelum bubar ya ngobrol dulu lah dengan beberapa orang.

“Ini ada anggota DPR yang tertarik tahu lebih jauh tentang program kita nih mbak”, kata seseorang. Klien saya, “Wah bagus dong. Disuruh ke daerah yang paling bermasalah aja”, sambil menyebutkan daerah X di timur.

“Wah harus dilihat dulu tuh, itu Dapilnya bukan ya”, kata si mbak itu lagi.

Saya sambil mengerenyitkan kening, “Kenapa harus ada urusan dapil mbak?”. Klien saya lebih langsung lagi, “Wah sialan. Jadi masih ada agenda tersembunyi?”.

“Lhooo ya itu harus terkait lah mbak. Mana mau dia ke daerah yang bukan dapilnya”.

Saya penasaran, “Terus biaya dia kesana, siapa yang nanggung?”. “Ya kita lah mbak”. “Hah?, kok enak?, bukannya mereka punya dana buat semua yang berurusan sama dapilnya?”. Si mbak ketawa, “Ah mana mau rugi mereka mbak”.

Klien saya, “Wah sialan banget ya. Itu kan program kita yang bikin, kita yang minta dananya, terus nanti dia yang bisa ngaku-ngaku kalau itu jasanya ya ke calon pemilihnya. Kurang ajar”.

Saya cuma bisa mengutuk dalam hati, dari seribu juta topan badai sampai semua yang lebih kasar dari yang pernah keluar dari mulut Kapten Haddock (untung sedang nggak puasa….).

--

Mungkin terus ada yang bilang gini begitu baca cerita saya di atas, “Yah loe kayak nggak tahu aja”.

Problemnya, bukan karena saya tidak tahu. Saya termasuk salah satu dari sekian banyak orang yang apatis terhadap DPR sebagai sebuah institusi perwakilan rakyat. Tapi, sejujurnya saya juga masih ingin punya setitik, setitiiiiikkkk saja, nggak perlu besar-besar, harapan bahwa masih ada yang punya niat baik demi rakyat.

Tapi kok ya sepertinya salah ya punya harapan seperti itu.

Cerita tadi pagi itu bikin saya bertanya: katanya kan memang lebih baik tidak berharap pada manusia karena manusia sering mengecewakan. Tapi lalu katanya juga, kita nggak boleh putus asa, putus harapan karena masih selalu ada kemungkinan ada secercah kebaikan di tengah keburukan.

Lalu, gimana dengan cerita itu ya…

Saya masih merasakan darah saya masih mendidih bahkan saat saya menulis semua ini. Saya juga ingin menangis. Menangis karena merasa bego. Merasa bego karena masih punya harapan.

Tapi ya itu, balik lagi, katanya nggak boleh putus harapan.

Ah mbuh. Lingkaran setan yang mungkin memang cuma setan yang paham gimana memutusnya. Berita baiknya mungkin saya belum cukup setan karena sampai sekarang saya masih nggak paham gimana mutusnya.

Sudahlah. Saya makan siang saja, lagi.

Nah....kan.... Tapi, apa masih bisa saya berharap??...
(R I R I)



No comments:

Post a Comment

Bayangkan

Saat saya menulis ini, Indonesia sedang mengalami badai kedua (atau bahkan ketiga?), yang mengakibatkan naiknya kasus dan tingkat kematian, ...

Popular Posts