Wednesday, July 8, 2009

Pak Noe'man, Kaligrafi Kufi, dan Rumah Yang Penuh Cinta

Riri, pacar saya, suka menanyakan dua hal dengan dekorasi di rumah mungil kami. How come tidak ada satupun foto kami terpajang di dinding rumah? Itu yang pertama. Dan kedua, apa yang akan dibilang Mama-nya, ibu mertua saya, jika mendapati tak satupun ornamen yang menggambarkan identitas Islam -- kaligrafi atau sejenisnya -- menghiasi rumah kami.

Yang pertama saya tak ambil pusing. Dari dulu, kami memang tak punya kebiasaan memajang foto. Kecuali belakangan. Itu pun di facebook. Lain hal-nya dengan yang kedua. Ada masa-masa dimana saya juga sangat ingin menonjolkan Islam sebagai identitas. Terutama sekarang. Saat kami punya rumah sendiri. Sayangnya setelah semua perburuan, tidak ada satupun yang benar-benar sreg. Semua dekorasi yang kami temukan, memiliki referensi visual pada masa lalu.

Sampai akhirnya, minggu malam kemarin ketika kami tak sengaja menemukan sepasang cetakan kaligrafi dengan corak Khat Kufi dalam sebuah cuci gudang. Kufi, adalah salah satu gaya font tertua dalam penulisan kaligrafi Arab. Lekukan-nya bercorak kotak-kotak kaku..

Ada hal lain -- selain karena desainnya yang kontemporer -- yang membuat saya serta-merta jatuh hati pada kaligrafi ini. Ialah saat saya mengenali bubuhan tanda tangan asli, berwarna keperakan di bagian kanan bawah-nya: Achmad Noe’man, 2006. Kaligrafi dengan langgam geometris, simetris, dan minimal ini ternyata adalah buah tangan dari dosen arsitek di kampus saya dulu, ITB.

Kaligrafi rancangan Pak Noe'man, bertuliskan Arrahmaan dan Arrahiim, Maha Pengasih dan Penyayang. Font dicetak menggunakan langgam Kufi..

Selain mengajar, dan mendorong diskusi-diskusi mengenai arsitektur dan seni Islam, sendirinya Pak Noe’man adalah juga arsitek projek-projek besar seperti Masjid At-Tien (Taman Mini) – dimana beliau harus berhadapan dengan tradisi tanam kepala kerbau ala orang Jawa pada peletakan batu pertamanya – dan Al-Markaz Al-Islami (Makassar), yang menjadi penanda kebangunan kesadaran Muslim di Indonesia Timur. Keduanya, walau besar, bukan favorit saya. Terutama karena sosoknya yang massif. Buat saya, keduanya lebih menyerupai benteng, daripada masjid.

Menurut saya, keduanya kurang sebanding dengan mahakarya beliau semasa muda: Masjid Salman ITB. Dibangun pada tahun 1964, masjid Salman memiliki kubah terbalik dan aplikasi modern minimalis yang radikal.Dulu, kakak-kakak senior saya suka mengulang-ulang cerita tentang kubah terbalik Masjid Salman ITB. Inti dari kubah terbalik ini, tepatnya menyerupai wajan segiempat, menggambarkan daya tampung, kesediaan untuk menerima, dan keluasan untuk mewadahi. Layaknya semangat asli masjid, yang bersedia menerima siapapun yang merindukan Tuhan-nya atau membutuhkan pengampunan, apa-pun mazhab keagamaan, aliansi spiritual, maupun ideologi-nya.Menurut saya, ini juga menggambarkan sifat asli Islam: terbuka, open-minded, dan merayakan perbedaan atau pluralisme.

Masjid Salman ITB (1964). Muda, modern, romantis, reformis..

Pak Noe’man, seorang penikmat fanatik jazz, pendiri radio legendaris KLCBS, juga beberapa kali memenangi kontes kaligrafi internasional. Antara lain kontes internasional kaligrafi Kufi di Istanbul tahun 2001. Beliau juga merancang Masjid Istiqlal di Bosnia-Hercegovina (2002). Hadiah masyarakat muslim Indonesia untuk Bosnia pasca perang. Istiqlal sendiri artinya adalah Kemerdekaan.

Masjid Istiqlal di Sarajevo, Bosnia (2002). Bingkisan Muslim Indonesia, untuk Bosnia pasca perang. Rancangan Pak Noe'man melalui Birano - Biro Arsitektur Achmad Noe'man.

Terakhir, Saya juga jatuh cinta pada poster print ini karena pasangan tulisan kaligrafi “Ar-rahman” dan “Ar-rahim”. Menurut ortodoksi Islam, keduanya adalah sifat paling penting dari Tuhan yang diterjemahkan secara terbatas, sekaligus membatasi, menjadi “Pengasih” dan “Penyayang”. Saya membayangkan keluasan konsep kedua kata ini dalam bahasa asli-nya – Rahmaan dan Rahiim – melampaui segala yang bisa dijelaskan dengan terjemahan “kasih-sayang”.

Tapi apa pun terjemahannya, kedua sifat inilah yang pada dasarnya menjadi daya hidup dan penggerak bagi kehidupan. Itulah mengapa setiap Muslim disarankan memulai tindakan baik-nya dengan “Bismillahirahmaanirahiim..” atau ‘bersama Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang. Itu semacam pengingat bagi tiap Muslim, bahwa apa pun tindakan mereka, pada akhirnya harus bermuara pada kasih sayang dan kebaikan..

Jadi selain identitas, dua kaligrafi ini adalah semacam doa juga. Kurang lebih berbunyi: semoga – lebih dari sekedar kecukupan ilmu, kesehatan, dan materi – rumah dan keluarga kami juga berkelimpahan dengan kasih sayang. Meminjam kata-kata teman saya: semoga rumah ini sanggup menghirup cinta untuk bisa menghembuskan pelayanan dan kebaikan hati.

Demikan pula doa saya bagi teman-teman semua. Bagi rumah baru atau lama, rumah kontrakan, kamar, kost-kostan, atau apartemen Anda. Amin..

(Ciptadi, maghrib, hari pemilu presiden, 8 Jul 2009)

No comments:

Post a Comment

Bayangkan

Saat saya menulis ini, Indonesia sedang mengalami badai kedua (atau bahkan ketiga?), yang mengakibatkan naiknya kasus dan tingkat kematian, ...

Popular Posts